Rabu, 11 April 2012

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)


Sejarah Hak Cipta
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.

Sejarah hak cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

Pengertian Hak Cipta
Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Hak cipta diberikan kepada pencipta atas karya ciptanya, orang/kelompok/badan hukum yang menerima hak tersebut dari pemegangnya, atau orang/kelompok/badan hukum yang menerima hak cipta dari orang / kelompok / badan hukum yang diserahi hak cipta oleh pemegangnya. Hak kepemilikan didapatkan secara otomatis begitu seseorang menghasilkan karya cipta. Tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya pada suatu badan pengelola HAKI. Akan tetapi hak cipta yang terdaftar akan sangat berguna untuk proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran terhadap hak cipta tersebut. Hak cipta bukan melindungi suatu ide atau konsep, tetapi melindungi bagaimana ide atau konsep itu diekspresikan dan dikerjakan. Tidak diperlukan pengujian, tetapi karya harus original, dibuat sendiri, bukan copy dari sumber lain, dan penciptanya harus berkonstribusi tenaga dan keahlian.
Beberapa segi positif dari pendaftaran hak cipta antara lain:
a.       Pencipta/pemegang hak cipta memperoleh kepastian hukum setelah pendaftaran hak ciptanya disahkan oleh pejabat yang berwenang;
b.      Apabila terjadi sengketa tentang hak cipta, umumnya ciptaan yang telah didaftarkan berkedudukan hukum lebih kuat, fakta pembuktiannya lebih akurat;
c.       Pelimpahan hak cipta/pewarisan dan sebagainya lebih mudah dan mantap apabila telah terdaftar.

Menurut pasal 1 UU no 19 Th 2002 yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eklusif bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut pasal 12 UU hak cipta adalah sebagai berikut :
1.      Buku-buku, program komputer, software, pamflet, karya tipografis;
2.      Ceramah, kuliah, pidato atau ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara pengucapan;
3.      Alat peraga yang dibuat guna tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4.      Karya siaran;
5.      Pertunjukan;
6.      Lagu-lagu, juga rekamanya;
7.      Seni batik;
8.      Peta;
9.      Karya fotografi;
10.  Karya senimatografi;
11.  Terjemahan dan tafsiran meskipun hak cipta karya asli tetap dilindungi.

Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. Si penuntut harus membuktikan bahwa karyawanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak atau karya lain tersebut berasal dari karya ciptanya, menurut pasal 15 UU No 19 Th 2002, tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila :
a.       Untuk kepentingan dipengadilan;
b.      Pengambilan, baik sebagian maupun seluruhnya, untuk kepentingan di ranah ilmiah dan pendidikan asal tidak merugikan penciptanya;
c.       Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Menurut pasal 74 UU hak cipta indonesia, pelanggaran hak cipta selalu bersifat pidana dan perdata, penyidikan terhadap pelanggaran hak cipta selalu dilaksanakan oleh penyidikan dari kepolisisan, juga dapat dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Selain tuntutan pidan dan perdata, terdapat penanganan melalui administrasi negara.

Undang-Undang yang mengatur Hak Cipta :
Ø  UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
Ø  UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15);
Ø  UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42);
Ø  UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29).

Pengertian Hak Paten
Hak paten, atau lebih sering disebut paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara, dalam hal ini, Pemerintah Republik Indonesia, kepada investor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya (UU No. 14 tahun 2001, ps.1, ay.1).
Kata paten, diambil dari bahasa Inggris yaitu “patent”, yang awalnya berasal dari kata “patere” yang artinya membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.
Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

Undang-Undang yang mengatur Hak Paten :
Ø  UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39);
Ø  UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30);
Ø  UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).

Pengertian Merek
            Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (UU No. 15 tahun 2001, ps. 1 ay. 1).
            Istilah-istilah merek :
  1. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
  2. Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
  3. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
  4. Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.

Undang-Undang yang mengatur tentang Merek :
Ø  UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81);
Ø  UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31);
Ø  UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110).


Dari penjelasan yang di atas, perlindungan hak paten, hak cipta, dan merek sudah tertera pada Undang-Undang tetapi kenapa masih banyak hak cipta milik kita diakui oleh Negara bangsa lain. Seperti halnya Negara kita memiliki kebudayaan yang sangat identik dengan Negara, tetapi Negara lain merebut atau mengakui bahwa kebudayaan tersebut adalah milik mereka.
Apakah Undang-Undang yang tertera tersebut hanya Undang-Undang tertulis saja dan tidak ada tindakan atau Negara kita yang selalu mengalah, tidak mau adanya permusuhan. Menurut kami Negara kita udah menjadi Negara yang disegani di Negara lain, akan tetapi sistem pemerintahan kita yang kurang adanya orang yang berani dalam tindakan, dan tidak hanya memikirkan diri sendiri.










Sumber :   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer